Minggu, 26 November 2017

Islam di Spanyol

ISLAM DI SPANYOL

Dalam proses penaklukan Spanyol terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat diakatakan paling berjasa memimpin satuan-satuan pasukan kesana. Mereka adalah Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad, dan Musa ibn Nushair. Tharif dapat disebut sebagai perintis dan penyelidik. Thariq ibn Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol, karena pasukannya lebih besar dan hasilnya lebih nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian besar suku Barbar yang didukung oleh Musa ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim khalifah Al-Walid. Pasukan itu kemudian menyeberangi Selat di bawah pimpinan Thariq ibn Ziyad.
Perkembangan Islam di Spanyol terdapat enam periode. Periode pertama (711-755M), Spanyol berada dibawah pemerentihan para wali yang diangkat oleh khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elit pemguasa terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Gangguan dari luar datang dari sisa-sisa musuh Islam di Spanyol yamg bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan yang memang tidak pernah tunduk kepada pemerintah Islam.
Pada periode kedua (755-912M) , umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan-kemajuan, baik dalam bidang polotik maupun dalam bidamg peradaban. Gangguan politik yang paling serius pada periode ini datang dari umat Islam sendiri.
Pada periode ketiga (912-1013M), umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan, menyaingi kejayaan daulat Abbasiyah di Baghdad.
Pada periode keempat (1013-1086M), Spamyol terpecah menjadu lebih dari tiga puluh negara kecil dibawah pemerintahan raja-raja golongan atau Al-Mulukuth-Thawaif, yang berpusat disuatu kota seperti Seville, Cordova, Toledo, dan sebagainya. Pada periode ini umat Islam Spanyol kembali memasuki masa pertikaian interm. Melihat kelemahan dan kekacauan yang menimpa keadaan politik Islam itu, untuk pertama kalinya, orang-orang Kristen pada periode ini mulai mengambil inisiatif penyerangan. Meskipun kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini.
Pada periode kelima, Islam Spanyol meskipun masih terpecah dalam beberapa negara, tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti Muwahhidun (1146-1235 M). Kekalahan-kekalahan yang dialami Muwahhidun memyebabkan penguasanya memilih untuk meninggalkan Spanyol dan kembali ke Afrika Utara (1235M). Keadaan Spanyol kembali runyam, berada dibawah penguasa-penguasa kecil. Dalam kondisi demikian umat Islam tidak mampu bertahan dari serangan-serangan Kristen yang semakin besar. Seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari kekusaan Islam.
Periode keenam (1248-1492M), Islam hanya berkuasa di daerah Granada, dibawah dinasti Bani Amhar (1232-1492). Peradaban kembali mengalami kemajuan seperti di zaman Abdurrahman An-Nasir. Akan tetapi secara politik dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan Islam di Spanyol ini berakhir, karena perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan.
Saat ini, Komunitas Muslim di Sevilla Spanyol di bawah pimpinan Ibrahim Hernandez berjuang untuk bisa kembali mengembalikan wilayahnya sebagai pusat peradaban Islam di Eropa. Salah satu mengembalikan peradaban Islam itu dengan mendirikan sebuah masjid. Kita dapat melihat dua masjid besar berdiri di ibu kota Spanyol. Dua masjid itu adalah Madrid Central Mosque atau  Islamic Cultural Center and Mosque of Madrid.
Masjid Agung Madrid terletak di kawasan Cuatro Caminos di Distrik Tetuán, Madrid, Spanyol. Masjid yang oleh penduduk lokal disebut Mezquita Central de Madrid itu bisa dikatakan menjadi salah satu ikon kebanggaan kaum Muslim di bumi Hispania saat ini. Masjid megah yang dilengkapi dengan satu menara itu dibangun di atas tanah wakaf yang cukup luas. Sebelum pembangunannya, komunitas Muslim di Madrid membutuhkan waktu bertahun-tahun mengumpulkan dana agar bisa mendirikan rumah ibadah di atas tanah tersebut.

Kafalah dan dhaman

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kafalah dan Dhaman
Al-kafalah menurut bahasa artinya, menggabungkan, jaminan, beban, dan tanggungan. Kafalah juga disebut dengan al-Dhaman. Menurut istilah syara' sebagaimana didefenisikan oleh para ulama:
a. Menurut Hasby Ash-Shiddiqie
Yaitu menggabungkan dzimmah (tanggung jawab) kepada dzimmah yang lain dalam penagihan.
b. Menurut Mazhab Syafi'i
Yaitu akad yang menetapkan hak pada tanggungan (beban) yang lain atau menghadirkan zat benda yang dibebankan atau menghadirkan badan oleh orang yang berhak menghadirkannya.
c. Menurut Hanafiyah
Yaitu proses penggabungan tanggungan kafiil menjadi tanggungan ashiil dalam tuntutan/permintaan dengan materi atau utang atau barang atau pekerjaan.
Dari beberapa definisi di atas dapat di simpulkan bahwa kafalah/dhaman adalah transaksi yang menggabungkan dua tanggungan (beban) untuk memenuhi kewajiban baik berupa utang, uang, barang, pekerjaan, maupun badan.
Kafalah juga dapat diartikan sebagai pengambilalihan pelaksanaan kewajiban orang lain oleh seseoramg yang mempunyai kewenangan melakukan sendiri urusannya ataubkewajiban membawa orang lain tersebut ke pengadilan.
Kafalah ini sebenarnya termasuk dhaman juga, hanya istilah ini biasanya khusus mengenai jaminan atas jiwa.
Dhaman adalah menanggung (menjamin) beban orang lain.
Misalnya si A berutang kepada Si B, lalu A menagihnya. Kemudian si C sebagai orang yang mempunyai kewenangan mengurus sendiri urusannya, berkata: Beban kewajiban si B biar aku yang menanggung dan menjaminnya. Dengan demikian, si C menjadi penjaminnya.
B. Dasar Hukum Kafalah

Allah SWT berfirman:

قَالُوْا نَفْقِدُ  صُوَاعَ الْمَلِكِ وَلِمَنْ جَآءَ بِهٖ حِمْلُ بَعِيْرٍ وَّاَنَا بِهٖ زَعِيْمٌ
"Mereka menjawab, Kami kehilangan alat takar, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh (bahan makanan seberat) beban unta, dan aku jamin itu."
(QS. Yusuf 12: Ayat 72)

Dalam hadis Nabi
“Pinjaman hendaklah dikembalikan dan orang yang menjamin wajib untuk membayar”. (HR. Abu Daud dan Turmudzi)

C. Rukun dan Syarat Kafalah
Adapun rukun kafalah yang harus dipenuhi dalam transaksi yaitu:
a. Kafiil yaitu orang yang berkewajiban melakukan tanggunhan (makfuul bihi)
b. Ashiil/makful anhu yaitu orang yang berutang, yaitu orang yang ditanggung.
c. Makful lahu yaitu orang yang memberi utang (berpiutang)
d. Makful bihi yaotu sesuatu yang dijamin berupa orang atau barang atau pekerjaan yang wajib dipenuhi oleh orang yang keadaannya ditanggung
e. Lafadz yaitu lafal yang menunjukkan arti menjamin.
“Aku menjamin si A sekarang”, “Aku tanggung atau aku jamin atau aku tanggulangi atau aku sebagai penanggung untukmu”, atau “penjamin”, atau “hakmu padaku”, atau “aku berkewajiban”.
Rukun Dhaman  yaitu
1. Ad-Dhamîn  (orang yang menjamin atau penjamin)
2. Al-Madhmûn lahu(orang yang diberikan jaminan. Misalnya, dalam kasus jaminan hutang, al-madhmûn lahu adalah pemiliki piutang)
3. Al-Madhmûn ‘anhu (orang yang dijamin)
4. Al-Madhmûn  (objek jaminan) berupa hutang, uang, barang atau orang Sighah (akad/ijab)


Adapun syarat dari kafalah/ dhaman yang harus dipenuhi yaitu:
• Antara penjamin dan yang dijamin bakal menerima bayaran, hendaklah sudah saling mengenal, karena tiap orang tidak sama tuntutan masing-masing, ada yang keras ada pula yang lunak.
• Harta yang ditanggung itu sudah nyata menjadi kewajiban yang harus dibayar ketika penanggungan diikrarkan.
• Barang yang ditanggung itu tertentu. Tidak sah menanggung sesuatu yang masih majhul.
Ketentuan kafalah
1. Dalam kafalah disyaratkan identitas orang yang ditanggung harus diketahui, terutama orang yang harus dibawa kepengadilan.
2. Harus berdasarkan rida orang menanggung (kafil)
3. Apabila seseorang menjadi kafil dalam bentuk materi (harta) kemudian orang yang ditanggungnya meninggal dunia, maka sebagai kafil ia tetap bertanggung jawab atas harta tersebut.
4. Apabila kafil dalam bentuk fisik telah berhasil menghadirkan orang yang menjadi tanggungannya ke pengadilan, bebaslah tanggung jawabnya.
5. Kafalah hanya berlaku dalam urusan hak yang bisa diwakili, seperti dalam pertanggungan urusan materi (had).

Ketentuan Dhamn
1. Harus berdasarkan kesediaan penjamin, bukan berdasarkan kesediaan yang dijamin.
2. Beban yang dijamin baru berakhir setelah yang menjamin menunaikan beban tersebut.
3. Orang yang dijamin tidak harus mengetahui orang yang menjamin. Sedangkan orang yang menjamin harus mengetahui orang yang dijamin, karena jaminan adalah sumbangan dan perbuatan ihsan.
4. Jaminan hanya berlaku pada hak yang sifatnya tetap dalam tanggungan atay pada sesuatu yang bisa ditetapkan seperti ja’alah (upah).
5. Penjamin boleh berbilang, sebagaimana penjamin pun boleh dijamin lagi oleh penjamin yang lain.

D. Macam-macam Kafalah
a. Kafalah dengan jiwa disebut juga jaminan muka, yaitu keharusan bagi si kafiil untuk menghadirkan orang yang ia tanggung kepada orang yang ia janjikan tanggungan (orang yang berpiutang). Jika persoalannya menyangkut kepada hak manusia maka orang yang dijamin tidak mesti mengetahui persoalan karena ini menyangkut badan bukan harta.
Jika orang yang ditanggung itu harus menerima hukuman yang menjadi hak Allah seperti had zina dan had khamar maka kafalah tidak dibenarkan.
b. Kafalah harta yaitu kewajiban yang harus dipenuhi oleh kafiil dengan pemenuhan berupa harta.
a. Kafalah bi al-Dain
Yaitu kewajiban membayar hutang yang menjadi tanggungan orang lain. Disyaratkan dalam utang tersebut sebagai berikut:
1) Hendaknya nilai utang tersebut tetap pada waktu terjadi transaksi jaminan seperti utang qiradh, upah atau mahar, seperti seseorang berkata “juallah benda ini kepada si A dan aku berkewajiban menjamin pembayarannya dengan harga sekian”.
2) Barangnya diketahui, memurut Syafi’i dan Ibnu Hazm. Maka tidak sah menjamin barang yang tidak diketahui karena itu termasuk gharar. Sedangkan menurut Abu hanifah, Malik dan Ahmad boleh menjamin sesuatu yang tidak diketahui.
b. Kafalah dengan menyerahkan materi
Yaitu kewajiban menyerahkan benda tertentu yang ada di tangan orang lain seperti menyerahkan barang jualan kepada si pembeli, mengembalikan barang yang di ghasab dan sebagainya.
c. Kafalah dengan aib
Yaitu menjamin barang, dikhawatirkan benda yang akan dijual tersebut terdapat masalah atau aib dan cacat (bahaya) karena waktu yamg terlalu lama atau karena hal-hal lain. Maka si kafiil bertindak sebagai penjamin bagi si pembeli.
E. Pelaksanaan Kafalah/dhaman
Akad kafâlah atau dhamân ini adalah akad permanen (lâzim atau mengikat) dari pihak al-kafîl atau adh-dhamîn (penjamin) dan dia dengan komitmen tersebut harus menunaikan hutang orang yang berhutang (jika yang dijamin itu hutang) atau menghadirkan orang yang dijaminnya. Dan penjamin tidak bisa membatalkan  akad kafâlah tanpa persetujuan dan keridhaan dari al-makfûl lahu.
Kafâlah dapat dilaksanakan dalam 3 bentuk yaitu :
1. Munjaz (tanjiz) adalah tanggungan yang ditunaikan seketika, seperti seseorang berkata, “Saya tanggung si Fulan dan saya jamin si Fulan sekarang.”
Apabila akad penanggungan (kafâlah) ini terjadi, maka penanggungan atau jaminan itu mengikuti akad utang. Maksudnya, apakah harus dibayar ketika itu, ditangguhkan atau dicicil sesuai dengan akad ketika orang yang dijamin itu berhutang, kecuali disyaratkan pada saat akad penanggungan.
Kafâlah al-munjazah ini adalah jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh jangka dan untuk kepentingan atau tujuan tertentu.
Salah satu bentuk kafâlah al-munjazah adalah pemberian jaminan dalam bentuk performance Bonds (jaminan prestasi), suatu hal yang lazim dikalangan perbankan dan hal ini sesuai dengan bentuk akad ini.
2. Mu’allaq (ta’liq) adalah menjamin sesuatu dengan dikaitkan pada sesuatu, seperti seseorang berkata, “Jika kamu memberikan hutang kepada anakku maka aku yang akan membayarnya” atau “Jika kamu ditagih A maka aku yang akan membayarnya”.
3. Mu’aqqat (tauqit) adalah tanggungan yang harus dibayar dengan dikaitkan pada suatu waktu, seperti ucapan seseorang “Bila ditagih pada bulan Ramadhan maka aku yang menanggung pembayaran utangmu”. Menurut madzhab Hanafi penangguhan seperti ini sah tetapi menurut madzhab Syafi’i batal.
Apabila akad telah berlangsung maka madmûn lahu (orang yang diberi jaminan) boleh menagih kepada kafîl atau kepada madhmûn ‘anhu, hal ini dijelaskan oleh jumhur Ulama. 

F. Masa Berakhirnya Kafalah/dhaman
Akad Kafalah  atau dhaman  ini akan berakhir dengan hal-hal berikut:
a. Hutang atau hak wajib terlunasi, baik dari yang berhutang (al-madhmûn ‘anhu) atau penjamin (dhâmin) atau orang lain.
b. Pemaafan dari pemilik piutang atas hutang orang yang dijamin dan dari penjaminnya.
c. Apabila penjamin (kafîl) berdamai dengan pemilik hak wajib (makfûl lahu) dari hutang dengan kompensasi tertentu.
d. Pengalihan hutang dari Kafîl kepada orang lain dengan benar atau pengalihan hutang oleh pemilik hutang kepada orang lain dengan benar, karena pengalihan hutang seperti serah terima.
e. Apabila ada penggagalan hutang yang dijamin atau gugur. Dengan sebab hilangnya tanggung jawab pemilik hutang, maka tanggung jawab penjamin juga hilang. Dengan ini berarti akad kafâlah telah selesai.
f. Hilangnya harta tertentu yang dikafâlah atau barang yang dijadikan jaminan hancur bukan karena perbuatan manusia. Apabila akibat perbuatan manusia maka dhamân tidak selesai dan wajib bagi yang merusak atau menghilangkannya untuk menggantinya.
g. Pemilik piutang wafat dan seluruh harta warisnya menjadi hak orang yang berhutang, maka kafîl lepas dari kafâlahnya.
h. Apabila kafîl melunasi hutang dan pemilik hutang memiliki piutang pada kafîl dengan nominal yang sama dengan hutangnya, sehingga selesailah kafâlah dengan hal itu. Seakan-akan ada barter antara hutangnya dengan piutangnya yang ada pada kafîl.
i. Kafâlah an-nafsi berakhir apabila kafîl telah menyerahkan yang dijamin kepada yang menuntutnya di tempat yang mampu digapai oleh penuntut untuk menghadirkannya di persidangan.
j. Kematian kafîl mengakhiri akad kafâlah apabila tidak ada kecerobohan atau sikap tidak benar. Apabila ada indikasi kecerobohan semasa hidupnya maka kafâlah tetap berjalan dan diambilkan dari harta warisannya dalam rangka menjaga hak pemilik piutang.
k. Dalam kafâlah an-nafsi, kematian orang yang dijamin menghilangkan kafâlahnya, karena kafîl hanya diharuskan menghadirkan yang dijamin dan itu tidak mungkin dengan kematiannya.

G. Pembayaran Kafiil
Jika kafiil (penjamin) telah melaksanakan kewajibannya dengan membayar utang orang yang ia jamin maka si kafiil boleh meminta kembali kepada makfuul anhu apabila pembayaran itu dilakukan berdasarkan izinnya. Alasannya, karena si kafiil telah mengeluarkan harta umtuk kepentingan yang bermanfaat bagi si makfuul anhu. Dalam hal ini keempat imam sepakat.

H. Hikmah Kafalah/ Dhaman
Hikmah kafalah/ dhaman sebagai berikut
1. Munculnya rasa aman dari peminjam (penghutang).
2. Munculnya rasa lega dan tenang dari pemberi hutang
3. Terbentuknya sikap tolong menolong dan persaudaraan
4. Menjamin akan mendapat pahala dari Allah SWT.


PENUTUP

KESIMPULAN
Kafalah juga dapat diartikan sebagai pengambilalihan pelaksanaan kewajiban orang lain oleh seseoramg yang mempunyai kewenangan melakukan sendiri urusannya ataubkewajiban membawa orang lain tersebut ke pengadilan. Kafalah ini sebenarnya termasuk dhaman juga, hanya istilah ini biasanya khusus mengenai jaminan atas jiwa. Dhaman adalah menanggung (menjamin) beban orang lain.
Rukun dan Syarat Kafalah
1. Adapun rukun kafalah:
a. Kafiil
b. Ashiil/makful anhu
c. Makful lahu
d. Makful bihi
e. Lafadz
2. Rukun Dhaman  yaitu
a. Ad-Dhamîn
b. Al-Madhmûn lahu
c. Al-Madhmûn ‘anhu
d. Al-Madhmûn ,Sighah (akad/ijab)
Adapun syarat dari kafalah/ dhaman yang harus dipenuhi yaitu:
• Antara penjamin dan yang dijamin bakal menerima bayaran, hendaklah sudah saling mengenal, karena tiap orang tidak sama tuntutan masing-masing, ada yang keras ada pula yang lunak.
• Harta yang ditanggung itu sudah nyata menjadi kewajiban yang harus dibayar ketika penanggungan diikrarkan.
• Barang yang ditanggung itu tertentu. Tidak sah menanggung sesuatu yang masih majhul.


DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiddiqi Hasbi, Pengantar Fiqh Muamalah, Jakarta: Bulan Bintang, 1984.
Sabiq Sayyid, Fiqh Sunnah Beirut: Daar al-fikr, 2206, jilid III
Ghazaly Rahman Abdul , Ghufron Ihsan, dkk, Fiqh muamalat, Jakarta: Prenadamedia Group, 2015
Abu Bakr Jabir Al-Jaza’iri, Pedoman Hidup Muslim, terjemahan, Jakarta: Litera AntarNusa, 1976, cet. 8
Al-Jamal Muhammad Ibrahim , Fiqh Wanita, terjemahan, Semarang: CV Asy Syifa, 1986, jilid III
https://almanhaj.or.id/6999-dhaman-atau-kafalah.html

Jumat, 24 November 2017

Let's Hijrah cause Allah

Hijrah... bukanlah tentang berubah menjadi seperti malaikat dalam waktu singkat. Hijrah merupakan perubahan memperbaiki diri jadi lebih baik. Bukan hanya dalam berpakaian, tapi pada semua hal seperti akhlak, ibadah. Hijrah itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Saat kamu memutuskan untuk berhijrah maka kamu akan melihat bagaimana perubahan dalam lingkungan. Kamu akan merasakan saat-saat dimana kamu akan dianggap aneh oleh sekitarmu, satu persatu orang akan menjauhi mu, bahkan orang terdekat mu sekalipun karena mereka menganggap kamu orang yang sangat berbeda dengan mereka. Saat kamu memutuskan untuk menjaga jarak dengan yang bukan makhram ataupun kamu membatasi waktu untuk berkumpul dengan mereka, kamu akan dijauhi karena kamu dianggap tak seasik dulu. Maka pada saat itu kamu akan diuji seberapa kuat iman mu. Jika kamu tidak bisa mengistiqomahkan hati mu, maka kemungkinan besar kamu akan balik seperti masa lalumu karena kamu tidak kuat menghadapi perubahan-perubahan itu. Tapi jika kamu bisa menempatkan semua kamu akan mkerasakan bagaimana bahagianya saat sanggup berhijrah lebih baik. Kamu akan merasakan lebih nyaman saat lebih dekat dengan Allah, semua akan lebih menyenangkan saat kamu menyerahkan semua kepada Allah.

ٍعَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

Dari Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.” (HR. Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits)

Tetaplah beristiqomah, tetapkan hati kepada Allah, maka Allah akan mempermudah segalanya bagi kamu yang ingin berhijrah. Tetap lanjutkan hijrah mu walau mulai dari merangkak, Insya Allah kamu akan terbiasa sampai akhirnya kamu bisa berlari dalam berhijrah. Jangan pikirkan apa kata orang, tapi pikirkanlah apa kata Allah.
"Allah tidak akan merubah nasib seseorang, kecuali orang itu sendiri yang merubahnya".
Keep Istiqomah ya akhi wa ukhty 😊

Copyright @ 2013 Tulisanku.