Rabu, 30 Agustus 2017

Akad



MAKALAH FIQIH
TENTANG AKAD, SYARAT, MACAM DAN CARA PEMBATALANNYA.
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
NAMA          : RAHMA FITRI ASIH PURBA                
NIM              : 1530100004
SEM/JUR     : KPI/ V(LIMA)

Dosen pengampuh:
Zilfaroni, S.Sos.I.,M.A
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PADANGSIDIMPUAN
T.A. 2017/2018


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatu...
 Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah  ini dengan judul “Akad, syaratnya, macamnya dan cara pembatalannya”,serta tak lupa pula saya haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi kita Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahilia, dari zaman kebodohan menuju zaman yang sekarang ini yakni zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Makalah ini di persiapkan dan di susun untuk memenuhi tugas kuliah serta menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, di dalam makalah ini saya menyadari bahwa penulisanya masih sangat sederhana dan jauh dari kesempurnaan. Namun, besar harapan saya semoga makalah yang disusun ini bisa bermanfaat. Saya selaku penulis makalah ini dapat terselesaikan atas usaha keras saya dan bantuan rekan-rekan dalam diskusi untuk mengisi kekuranganya.
Dalam pembuatan makalah ini saya sangat menyadari bahwa baik dalam penyampaian maupun penulisan masih banyak kekurangannya untuk itu saran dan kritik dari berbagai pihak sangat saya harapkan untuk penunjang dalam pembuatan makalah saya berikutnya.
 Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh...



   Padangsidimpuan, 31 Agustus 2017

     Penulis







DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. ............. i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ............. ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................... 1
         A. Latar Belakang........................................................................................................ 1
         B. Rumusan Masalah................................................................................................... 2
         C. Tujuan...................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................... 4
        A. Pengertian Akad....................................................................................................... 4
        B. Rukun-rukun Akad.................................................................................................. 7
        C. Syarat-syarat Akad.................................................................................................. 7
        D. Macam-macam Akad............................................................................................... 8
        E. Aqid Akad.................................................................................................................9
         F. Ilzam dan Iltizam....................................................................................................11
BAB III PENUTUP................................................................................................. ........... 13
   A. Kesimpulan................................................................................................. ........... 13
   B. Saran .......................................................................................................... ........... 13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. ........... 15















BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Dalam menjalankan bisnis, satu hal yang sangat penting adalah masalah akad (perjanjian). Akd sebagai salah satu cara untuk memperoleh harta dalam syariat Islam yan banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Akad merupakan cara yang diridhai Allah dan haris ditegakkan isinya. Akad dalam Islam selalu bergabung kedalam aturan yang sudah ada sebelumnya, yaitu aturan untuk akad yang kuat yang telah diatur oleh syariat untuk dijalankan oleh manusia.  Kewajiban setiap individu terikat secara utuh dengan hukum-hukum syariat yang telah mengatut akad-akad tersebut. Kesimpulannya, akad dalam perspektif undang-undang adalah sarana untuk meraih meslahat pribadi untuk setiap pihak yang melakukan akad. Sementara, akad dalam perspektif Islam adalah meraih tujuan-tujuan syariat yang bersifa global.

B.     Rumusan Masalah
1.      Jelaskan difinisi dari akad!
2.      Apa saja syarat-syarat pada pelaksanaan akad?
3.      Bagaimana pembentukan akad?
4.      Apa saja unsur-unsur dari akad?

C.     Tujuan rumusan masalah
Untuk megetahui apa itu akad, syarat-syarat akad, pembentukan akad, dan unsur-unsur akad.









BAB II
PEMBAHASAN

A.    Akad
1.      Defenisi Akad
Akad dalam bahasa Arab berarti ikatan (atau pengencangan dan penguatan)  antara beberapa pihak dalam hal tertentu, baik ikatan itu bersifat konkret maupun abstrak, baik dari satu sisi maupun dari dua sisi.  Dalam kitab al-Misbah al-Munir dan kitab-kitab bahasa lainnya disebutkan: ‘aqada al-habl (mengikat tali) atau ‘aqada al-bay' (mengikat jual beli) atau ‘aqada al-'ahd (mengikat perjanjian) fan'aqada (lalu ia terikat). Dalam sebuah kalimat misalnya: ‘aqada an-niyyah wa al-‘azm ‘alaa syay' (berniat dan bertwkad melakukan sesuatu) wa ‘aqada al-yamin (mengikat sumpah), maksudnya adalah mengikat antara kehendak dengan perealisasian apa yang telah dikomitmenkan. Dalam contoh yang lain: ‘aqada al-bay' wa az-zawaj wa al-ijarah (mengadakan akad jual beli, nikah, dan sewa menyewa), maksudnya seseorang terikat dengan pihak lain dalam hal tersebut.[1]
Menurut fuqaha,akad memiliki dua penngertian, umum dan khusus. Pengertian umum lebih dekat dengan pengertian secara bahasa dan pengrtian ini yang tersebar dikalangan fukaha Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hambali, yaitu setiap sesuatu yang ditekadkan oleh seseorang untuk melakukannya baik muncul dengan kehendak sendiri maupun wakaf, ibra' (pengguguran hak), talak dan sumpah, ataupun membutuhkan dua kehendak dalam menciptakannya seperti jual beli, sewa-menyew, tawkil (perwakilan), dan rahn (jaminan). Artinya, pengertian ini mencakup iltizam secara mutlak, baik dari satu orang maupun dua orang. Sedangkan pengertian khusus yang dimaksud disini ketika membicarakan tentang teori akad adalah hubungan antara ijab (pewajiban) dan qabul (penerimaan) secara syariat yang menimbulkan efek terhadap objeknya. [2] Atau dengan kata lain, berhubungnya ucapan salah satu dari dua orang yang berakad dengan yang lain (pihak kedua) secara syara’ dimana hal itu menimbulkan efeknya terhadap objek. Dasar hukum dilakukannya akad dalam al-Qur’an adalah :
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu " (QS. Al Maidah : 1).[3]

2.      Pembentukan Akad
a.       Rukun Akad
Rukun akad dalam terminologi ulama Ushul dari kalangan Hanafiyah adalah sesuatu yang adanya sesuatu yang lain bergantung keoadanya dan ia merupakan bagian dari hakikat sesuatu tersebut. Jadi, rukun akad adalah sesgala sesuatu yang mengungkapkan kesepakatan dua kehendak atau yang menggantikan posisinya baik beruoa perbuatan, isyarat maupun tulisan.
Kalangan selain Hanafiyah berpendapat bahwa akad memiliki tiga rukun yaitu ‘aqid (pengakad), ma’qud ‘alaih (objek yang diakadkan) dan shighat.

b.       Unsur-unsur Akad
1.      Shighat Akad
Yaitu sesuatu yang muncul dari kedua orang yang berakad dan menunjukkan adanya keinginan batin dari keduanya untuk membuat akad dan menyempurnakannya.
·         Bentuk-bentuk shighat Ijab dan Qabul
1)      Lafaz atau perkataan
Lafaz adalah cara alami dan mendasar untuk mengungkapkan keinginan yang tersembunyi. Tidak ada ungkapan khusus yang di syaratkan. Ia bisa dilakukan dengan semua lafaz yang menunjukkan adanya saling ridha dan sesuai dengan kebiasaan atau adat setempat, karena intinya adalah keridhaan. Materi lafazBerdasarkan hal di atas maka tidak ada disyaratkan dalam akad seperti akad jual beli, penyewaan, jaminan, hibah, dan sebagainya lafaz tertentu atau ungkapan yang khusus. Adapun untuk akad nikah, para fuqaha berbeda pendapat tentang lafaz yang digunakan melihat kepada suci dan sakraknya akad ini.
2)      Melakukan akad dengan perbuatan
Terkadang akad dilakukan tanpa menggunakan perkataan lafaz melainkan dengan perbuatan yang muncul dari kedua pengakad. Seperti seseorang melihat sebuah barang sudah ada label harganya,  seperti jam atau perhiasan, lalu ia berikan harga (uangnya) kepada si pembeli lalu ia ambil barang tersebut tanpa ada ijab dan qabul secara lafaz, maka jual beli itu sah karena ia telah mengindikasikan saling ridha dalam kebiasaan yang berlaku.
3)      Mengadakan akad dengan isyarat
Apabila pengakad mampu berbicara maka akad tidak bisa diisyaratkan, ia mesti mengungkapkan kehendaknya dengan lidahnya dalam bentuk lafaz atau tulisan, karena isyarat itu meskipun menunjukkan adanua kehendak namun ia tidak bisa memunculkan keyakinan sebagimana yang dimunculkan oleh lafaz atau tulisan, kalau tidak maka akad tidak sah menurut Hanfiyah dan Syafi’iyyah.Adapun pengakad yang tidak mampu berbicara seberti orang bisu atau patah lidah (cadel), jika ia bisa menulis maka ia mesti menulis menurut pendapat kalangan Hanafiyyah, karena tulisan lebih kuat dan lebih jauh dari berbagai kemungkinan daripada isyarat,  maka oleh karena itu ia mesti didahulukan.

4)      Akad dengan tulisan
Akad sah dilakukan dengan tulisan antara dua pihak yang sama-sama bisa bicara atau sama-sama tidak bosa bicara, berada dalam satu majelis atau sama-sama tidak hadir dan dengan bahasa apa saja yang dipahami oleh kedua pengakad, dengan syarat tulisan tersebut jelas (artinya jelas bentukanya setelah dituliskan) dan formal (ditulis dengan cara yang biasa dikebal luas di sebuah masyarakat dengan menyebutkan orang yang diutus dan tanda tangan orang yang mengutus). Jika tulisan itu tidak jelas seperti nomor saja atau menulis di air atau udara, atau tidak formal maka akad tersebut tidak sah.
·         Syarat-syarat ijab dan qabul
1.      Jelasnya dilalah (apa yanh ditunjukkan) ijab dan qabul.
2.      Sesuainya qabul dengan ijab dengan menjawab setiap yang diwajibkan oleh al-mujib.
3.      Bersambungnya qabul dengan ijab.
·         Hal-hal yang membatalkan Ijab
1.      Mundurnya mujib dari ijab sebelum adanya qabul
2.      Penolakan terhadap ijab dari pihak lain baik secara tegas maupun secara tersirat.
3.      Berakhirnya majelis akad dengan berpisahnya kedua pengakad.
4.      Kaluarnya mujib dari ahliyyah- nya (kewenangan melakukan akad) seblum adanya qabul baik karena kematian, gila, pingsan dan sebagainya.
5.      Penjual menarik kembali ucapannya sebelum terdapat kabul dari si pembeli.
6.      Adanya penolakan ijab dari si pembeli.
7.      Berakhirnya majlis akad. Jika kedua pihak belum ada kesepakatan, namun keduanya telah pisah dari majlis akad. Ijab dan kabul dianggap batal
8.      Kedua pihak atau salah satu, hilang kesepakatannya sebelum terjadi kesepakatan.
9.      Rusaknya objek transaksi sebelum terjadinya kabul atau kesepakatan
10.  Rusaknya objek akad sebelum qabul dinyatakan,  atau objek itu berubah dan menjadi wujud yang lain seperti mencongkel mata hewan atau berubahnya jus anggur menjadi khamar dan sebagainya.


c.       Rukun ‘aqad
Rukun-rukun akad ialah sebagai berikut:[4]
1.      ‘Aqid ialah orang yang berakad, terkadang masing-masing pihak terdiri dari satu orang, terkadang terdiri dari beberapa orang.
2.      Ma’qud ‘alaih ialah benda-benda yang akan diakadkan.
3.      Maudhu' al ‘aqd ialah tujuan atau maksud pokok mengadakan akad. Berbeda akad, maka berbedalah tujuan pokok akad.
4.      Shighat al ‘aqd ialah ijab qabul.

d.      Syarat-syarat Aqad
Setiap pembentukan akad mempunyai syarat yang ditentukan syara’yang wajib disempurnakan, syarat-syarat terjadinya akad ada dua macam.
1.      Syarat yang bersifat umum, yaitu syarat-syarat yang wajib semourna wujudnya dalam bernagai akad.
2.      Syarat-syarat yang bersifat khusus, yaitu syarat-syarat yang wujudnya wajib ada dalam sebagian akad.

Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi dalam berbagai macam akad yaitu:
1.      Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak. Tidak sah akad orang yang tidak cakap bertindak, seperti orang gila.
2.      Yang dijadikan objek akad dapat menerima hukumnya.
3.      Akad itu dizinkan oleh syara’, dilakukan oleh orang yang mempunyai hak melakukannya walaupun dia bukan aqid yang memiliki barang.
4.      Janganlah akad itu akad yang dilarang oleh syara, seperti jual beli mulasamah.
5.      Akad dapat memberikan faedah sehingga tidaklah sah bila rahn dianggap sebagai imbangan amanah.
6.      Ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi qabul.
7.      Ijab dan qabul mesti bersambung sehingga bila seseorang yang berijab sudah berpisah sebelum adanya qabul, maka ijab tersebut menjadi batal.

e.        Macam-macam ‘Aqad
·         ‘Aqad Munjiz yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada selesainya akad. Pernyataan akad yang diikuti dengan pelaksanaan akad ialah pernyataan yang tidak disertai dengan syarat-syarat dan tidak pula ditentukan waktu pelaksanaan setelah adanya akad.
·         ‘Aqad mu’allaq ialah akad yang di dalam pelaksanaanya terdapat syarat-syarat yang telah ditentukan dalam akad, misalnya penetuan penyerahan barang-barang yang diakadkan setelah adanya pembayaran.
·         ‘Aqad mudhaf ialah akad yang dalam pelaksanaanya terdapat syarat-syarat mengenai penanggulangan pelaksanaan akad,  pernyataan yang pelaksanaanya ditangguhkan hingga waktu yang ditentukan. Perkataan ini sah dilakukan pada waktu akad,  tetapi belum mempunyai akibat hukum sebelum tibanya waktu yang telah ditentukan.

f.       Berakhirnya Akad
Para ulama fiqh menyatakan bahwa suatu akad dapat berakhir apabila:[5]
1.      Berakhirmya masa berlaku akad itu,  apabila akad itu mempunyai tenggamg waktu.
2.      Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad,  apabila akad itu sifatnya tidak mengikat.
3.      Dalam akad yang bersifat mengikat, suatu qkad dianggap berakhir jika:
a)      Jual beli itu fasad, seperti terdapat unsur-unsur tipuan salah satu rurkun atau syaratnya tidak terpenuhi.
b)      Berkakunya khiyar syarat, aib, atau rukyat.
c)      Akad itu tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak.
d)     Tercapainya tujuan akad itu sampai sempuran.
4.      Salah satu oihak yang berakad meninggal dunia.

g.      Hikmah Akad
·         Adanya ikatan yang kuat antara dua orang atau lebih dalam bertransaksi atau memiliki seseuatu.
·         Tidak dapat sembarangan dalam membatalkan suatu ikatan perjanjian, karena telah diatur secara syar'i
·         Akad mrupakan payung hukum di dalam kepemilikan sesuatu, sehingga pihak lain tidak dapat menggugat atau memilikinya.

h.      Pembentukan Akad
Akad adalah satu sebab dari yang di tetaany', yang karenanya  beberapa hukum. Akad itu mengikat pihak-pihak dengan beberapa hukum syara’,  yaitu hak dan iltizam, yang diwujudkan oleh aqad.
Dan akad itu terbentuk dengan adanya dua aqid, yang dinamakan tharafayil aqdi (dua pihk akad) adanya mahalul aqdi yang dinamakan ma'qud ‘alaihi dan adanya rukun-rukun akad pada lima perkara yang dipenuhi. [6]
i.                                                            Hal-hal yang Membatalkan Akad Transaksi[7]
 Ulama’ fiqh menyatakan bahwa suatu akad itu dapat menjadi batal atau bisa
dikatakan berakhir manakala terjadi hal-hal sebagi berikut ;
  • Berakhir masa berlaku akad itu, apabila akad itu memiliki tenggang waktu.
  • Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad, apabila akad itu mengikat
  • Wafat salah satu pihak yang berakad   Berbagai Macam Transaksi dalam  akad itu bisa diteruskan oleh ahli warisnya bila pewaris itu meninggal.
  • Dalam suatu akad yang bersifat mengikat, akad dapat berakhir bila:
1)      Akad itu fasid
2)      Berlaku khiyar syarat dan khiyar aib
3)      Akad itu tidak dilaksanakan oleh satu pihak yang berakad.
4)      Telah tercapai tujuan akad itu secara sempurna.

B.     Aqid (pengakad)
Ijab dan qabul yang menjadi rukun sebuah akad sebagaimana dijelaskan diatas tidak akan ada tanpa adanya pengakad. Jadi pengakad adalah unsur mendasar dalam sebuah proses akad. Namun, tidak semua orang bisa untuk melakukan proses akad. Ada sebagian manusia tidak layak untuk melakukan akad, sebaguan lagi layak dan sah melakukan beberapa jenis akad dan ada yang layang dan sah untuk semua jenis akad.
Ini artinya, seorang pengakad mesti memiliki ahliyyah (kelayakan atau kewenangan) untuk melakukan akad baik secara ashalah ‘an nafsih (benar-benar dari dirinya secara murni) maupun wilayah syar’iyyah (perwalian secara syariat) untuk melakukan proses akad menggantikan posisi orang lain.
1.      Ahliyyah
Secara bahasa, ahliyyah berarti ash-shalahiyyah (kelayakan). Dalam teminologi fuqaha, ahliyyah adalah kelayakan seseorang untuk memiliki hak-hak yang telah disyariatkan baginya yang sekaligus juga diwajibkan terhadaonya dan sahnya segala tasharruf yang dilakukannya.
a.       Aliyyah wujub, yaitu kelayakan seseorang untuk ilzam (membebankan konsistensi kepada orang lain) dan iltizam (konsistensi dengan apa yang disepakati), atau kelayakan seseorang untuk mendapatkan haknya seperti hak mendapatkan nilai kerusakan dari hartanya yang dirusak orang lain atau kewajibannya memberikan hak orang lain seperti iltizam dengan harga barang dan kompensasi pinjaman.
b.      ‘Awaridh ahliyyah
‘Awaridh adalah sesuatu yang terjadi pada manusia dan dapan menghilangkan ahliyyahnya sama sekali, menguranginya atau mengubah beberapa hukumnya. ‘Awaridh itu ada dua macam menurut ulama fiqh:
·         ‘Awaridh samawiyyah, yaitu ‘awaridh yang tidak ada peran atau usaha seseorang dalam menciptakannya.
·         ‘awaridh muktasabah, yaitu ‘awaridh yang di dalamnya terdapat peran dan usaha seseorang terhadap muncilnua ‘awaridh tersebut.

2.      Wilayah (perwalian)
Wilayah secara bahasa adalah memegang sebuah urusan dan melaksanakannya atau mengawasinya. Dalam terminologi syariat, wilayah adalah kewenangan yang bersifat syar’i yang memungkinkan seseorang untuk membuat akad, berbagai tasharruf serta mengaplikasikannya, artinya memberikan efek atau pengaruh syar’i terhadap akad dan tasharruf  itu.


C.     Ilzam dan Iltizam
Ilzam adalah pengaruh yang umum bagi setiap akad. Ada juga yang menyatakaan bahwa ilzam ialah ketidakmugkinan bagi yang nelakukan akad untuk mencabut akadnya secara sepihak tanpa persetujuan pihak yang lain.
Iltizam ialah keharusan mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu untuk kepentingan orang lain.

D.    Hukum akad dan contoh kasus
Dalam menghukumi suatu akad, maka sesuatu yang harus diperiksa terlebih dahulu adalah rukun akadnya karena apabila salah satu rukunya tidak terpenuhi maka akad yang dilakukan dapat dikategorikan tidak sah. Selain melihat dari sisi akad syarat-syarat dalam akad juga harus dilihat dan diperhatikan karena apabila syarat akad tidak terpenuhi maka tidak menutup kamungkinan akad yan dilakukan tidak sah.
Untuk memperjelas maksut penulis, penulis mencoba mengilustrasikan dalam contoh kasus berikut:
Disuatu daerah ada sebuah industry yang mana industry tersebut mengolah dan memanfaatkan kotoran hewan ternak, seperti sapi, kambing ataupun kerbau. Mereka memanfaatkan kotoran hewan tersebut untuk dijadikan dan dimanfaatkan sebagai pupuk, yang mana pupuk kompos (pupuk dari kotoran hewan) sangat berguna dalam membantu kesuburan tanaman.
Setelah mereka mengumpulkan kotoran hewan ternak tadi, mereka mengolah kotoran tersebut dan dijadikan menjadi pupuk. Setelah pupuk jadi mereka menjualnya kepada para petani untuk dimanfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman mereka. Melihat dari contoh kasus tersebut. Islam memandang kasus tersebut melalui kaca mata fiqh muamalah, yang mana salah satu babnya menerangkan mengenai permasalahan itu. Suatu akad dapat dikatakan sah apabila dalam pelakasanaan akad tersebut sudah sesuai dengan syariat islam. Yakni memenuhi rukun dan syarat sahnya akad. Yang mana syarat sahnya akad seperti dijelaskan diatas. Dimana kalau ditinjau dari yang melakukan transaksi sudah dapat dikatakan sah, karena keduanya sudah rela dalam menjual dan membeli barang tersebut. Sementara itu jika ditinjau dari shigoh yang dilakukan tidak ada kecacatan sama sekali, sehingga dapat juga dikatakan sah.



PENUTUP

KESIMPULAN
l  Akad adalah hubungan antara ijab (pewajiban) dan qabul (penerimaan) secara syariat yang menimbulkan efek terhadap objeknya.
l  Pengakad adalah unsur mendasar dalam sebuah proses akad.
l  Ilzam adalah pengaruh yang umum bagi setiap akad. Ada juga yang menyatakaan bahwa ilzam ialah ketidakmugkinan bagi yang nelakukan akad untuk mencabut akadnya secara sepihak tanpa persetujuan pihak yang lain. Iltizam ialah keharusan mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu untuk kepentingan orang lain.

SARAN
Demikian isi makalah saya, mengenai pengertian ‘Aqad, rukun-rukun ‘Aqad, Syarat-syarat Aqad, macam-macam ‘Aqad, Ilzam dan Iltizam dari materi ‘Uqud. Apabila masih ada kekurangan diharakan Bapak dosen dapat memberikan saran pada saya. Terimakasih.




DAFTAR PUSTAKA
Az-zuhailiWahbah , Fiqh Islam wa Adillatuhu, Jakarta: Gema Insani, 2011.
AbidinIbnu ,al-Ahkaam al-‘Adliyyah dan Raddul Muhtaar karya 2/355 cet. Al-Amiriyyah.
Suhendi hendi , FIQH MUAMALAH, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014.
RahmanAbdul  Ghazaly dkk, FIQH MUAMALAT, Jakarta: Kencana, 2015.
Assh ShiddieqyHasby , Pengantar Fiqh Mu'amalat, Jakarta: PT Bulan Bintang.


[1] Wahbah Az-zuhaili, Fiqh Islam wa Adillatuhu, (Jakarta: Gema Insani, 2011), hlm 420
[2] Materi 103 dan 104 dari Majalah al-Ahkaam al-‘Adliyyah dan Raddul Muhtaar karya Ibnu Abidin 2/355 cet. Al-Amiriyyah.
[4] Hendi Suhendi, FIQH MUAMALAH, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014), hlm. 46
[5] Abdul rahman Ghazaly dkk, FIQH MUAMALAT, (Jakarta: Kencana, 2015), hlm. 58
[6] Hasby Assh Shiddieqy, Pengantar Fiqh Mu'amalat, (Jakarta: PT Bulan Bintang), hlm.22
[7] http://www.academia.edu/7067375/Akad_dalam_Muamalah

Copyright @ 2013 Tulisanku.