Senin, 25 September 2017

Filled Under:

Syirkah, Ijaroh, 'Ariyah

BAB II
PEMBAHASAN

I. Syirkah
a. Pengertian Syirkah
Secara bahasa kata syirkah berarti al-ikhtilath (percampuran) dan persekutuan.  Yang dimaksud dengan percampuran disini adalah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga sulit untuk dibedakan.
Adapun menurut istilah ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh ulama:
1. Menurut Ulama Hanafiah
“Akad antara dua orang yang berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan”.
2. Menurut Ulama Malikiyah
“Izin untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang bekerjasama terhadap harta mereka”.
3. Menurut Hasby Asy-Shiddiqie
“Akad yang berlaku antara dua orang atau lebih untuk saling tolong menolong dalam suatu usaha dan membagi keuntungannya”.
Dari tiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa syirkah yaitu bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih dalam sebuah usaha danp konsekuensi keuntungan dan kerugiannya ditanggung secara bersama.

b. Dasar Hukum Syirkah
Allah SWT berfirman dalam QS. Sad 38: Ayat 24

قَالَ لَقَدْ ظَلَمَكَ بِسُؤَالِ نَعْجَتِكَ اِلٰى نِعَاجِهٖ    ؕ  وَاِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ الْخُلَـطَآءِ لَيَبْغِيْ بَعْضُهُمْ عَلٰى بَعْضٍ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَقَلِيْلٌ مَّا هُمْ    ؕ  وَظَنَّ دَاوٗدُ اَنَّمَا فَتَنّٰهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهٗ وَخَرَّ رَاكِعًا وَّاَنَابَ
"Dia (Dawud) berkata, Sungguh, dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk (ditambahkan) kepada kambingnya. Memang banyak di antara orang-orang yang bersekutu itu berbuat zalim kepada yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; dan hanya sedikitlah mereka yang begitu. Dan Dawud menduga bahwa Kami mengujinya; maka dia memohon ampunan kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertobat."

Adapun dalam hadis Rasulullah saw bersabda:
“Allah swt berfirman: “Aku adalah yang ketiga dari dua orang yang bersekutu selagi satu tidak berkhianat terhadap yang lain. Kalau dia berkhianat terhadap kawannya, maka Aku pun keluarlah dari persekutuan mereka”.

c. Rukun dan Syarat Syirkah
Menurut Hanafiyah rukun syirkah hanya ada dua yaitu ijab dan kabul.
Sedangkan syarat-syarat syirkah menurut Hanafiyah terbagi menjadi empat, yaitu:
• Syarat yang berkaitan dengan semua bentuk syirkah baik harta maupun lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat, yaitu:
• Berkaitan dengan benda yang diakadkan (ditransaksikan) harus berupa benda yang dapat diterima sebagai perwakilan.
• Berkaitan dengan keuntungan, pembagiannya harus jelas dan disepakati oleh kedua belah pihak, mislanya setengah dan sepertiga.
• Syarat yang terkait dengan harta.
• Modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah dari alat pembayaran yang sah.
• Adanya pokok harta (modal) ketika akad berlangsung baik jumlahnya sama atau berbeda.
• Syarat yang terkait dengan syirkah mufawadah
• Modal pokok harus sama
• Orang yang ber- syirkah yaitu ahli kafalah
• Objek akad disyaratkan syirkah umum, yaitu semua macam jual beli atau perdagangan.
Menurut Idris Ahmad, syarat syirkah yaitu:
1. Mengungkapkan kata yang menunjukkan izin anggota yang berserikat kepada pihak yang akan mengendalikan harta itu.
2. Anggota serikat saling memercayai. Sebab masing-masing mereka merupakan wakil yang lainnya.
3. Mencampurkan harta sehingga tidak dapar dibedakan hak masing-masing, baik berbentuk mata uang atau yang lainnya.

d. Macam-macam Syirkah
1. Syirkah Amlak (perserikatan dalam kepemilikan)
Yaitu bila lebih dari satu orang memiliki suatu jenis barang tanpa akad baik bersifat ikhtiari atau jabari. Artinya barang tersebut dimiliki oleh dua orang atau lebih tanpa didahului oleh akad.  Hak kepemilikan tanoa akad itu dapat disebabkan oleh dua sebab:
1. Ikhtiari atau disebut (syirkah amlak ikhtiari) yaitu perserikatam yang muncul akibat tindakan hukum orang yang berserikat, seperti dua orang sepakat membeli suatu barang atau keduanya menerima hibah, wasiat, atau wakaf dari orang lain maka benda-benda ini menjadi harta serikat (bersama) bagi mereka berdua.
2. Jabari (syirkah amlak jabari) yaitu perserikatan yang muncul secara paksa bukan keinginan orang yang berserikat.
Hukum syirkah amlak yaitu disesuaikan dengan hak masing-masing yaitu bersifat sendiri-sendiri secara hukum. Artinya seseorang tidak berhak untuk menggunakan atau mengauasai milik mitranya tanpa izin dari yang bersangkutan.

2. Syirkah Uqud (perserikatan berdasarakan akad)
Yaitu dua orang atau lebih melakukan akad untuk bekerja sama (berserikat) dalam modal dan keuntungan. Artinya, kerja sama ini didahului oleh trasaksi dalam penanaman modal dan kesepakatan pembagian keuntungannya.
a) Syirkah Inan yaitu penggabungan harta atau modal dua orang atau lebih yang tidak selalu sama jumlahnya. Boleh satu pihak memiliki modal lebih besar dari pihak lain.
b) Syirkah al-mufawadhah yaitu perserikatan dimana modal semua pihak dan bentuk kerjasama yang mereka lakukan baik kualitas dan kuantitasnya harus sama dan keuntungan dibagi rata. Menurut Sayyid Sabiq ada beberapa syarat yang harus dipenuhi:
• Jumlah modal masing-masing sama, jika berbeda maka tidak sah.
• Memiliki kewenangan bertindak yang sama. Maka tidak sah syirkah antara anak kecil dan orang dewasa.
• Agama yang sama.
• Masing-masing pihak dapat bertindak menjadi penjamin bagi yang lain atas apa yang dibeli atau dijual.
c) Syirkah al-Abdan yaitu perserikatan dalam bentuk kerja yang hasilnya dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan.
d) Syirkah al-wujuh
Yaitu perserikatan tanpa modal, artinya dua orang atau lebih membeli suatu barang tanpa modal, yang terjadi adalah hanya berpegang kepada nama baik dan kepercayaan para pedagang terhadap mereka. Dengan catatan keuntungan untuk mereka. Syirkah ini adalah syirkah tanggungjawab yang tanpa kerja dan modal.
e) Syirkah mudharabah yaitu persetujuan antara pemilik modal dan seorang pekerja untuk mengelola uang dari pemilik modal dalam suatu perdagangan tertentu yang keuntungannya dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama. Adapun kerugian ditanggung oleh pemilik modal saja. Menurut Hanabilah mudharabah dapat dikatan syirkah jika memenuhi syarat berikut:
• Pihak-pihak yang berserikat cakap dalam bertindak sebagai wakil.
• Modalnya berbentuk uang tunai.
• Jumlah modal jelas.
• Diserahkan langsung kepada pekerja (pengelola) dagangan itu setelah akad disetujui
• Pembagian keuntungan diambil dari hasil perserikatan itu bukan dari harta yang lain.

e. Hak masing-masing sekutu dalam Syirkah
Masing-masing sekutu dalam syirkah punya hak mencabut kembali akad persyerikatannya kapan saja dia kehendaki. Karena syirkah itu akad permufakatan. Maka untuk bubar pun boleh, seperti halnya mewakilkan. Dan sebagaimana masing-masing punya hak untuk mengundurkan diri sepertu itu, maka diapun punya hak untuk memecat kawannya. Jika terjadi kematian pada salah seorang sekutu, maka syirkah pun dengan sendirinya bubar. Dan demikian ouka kalau salah seorang kemudian gila atau hilang akal, maka dihukumi sama dengan yang mati. Karena sama-sama tidak layak lagi menggunakan wewenangnya.

II. Ijarah
• Pengertian Ijarah
Secara etimologi al-ijarah berasal dari kata al-Ajru yang berarti al-'Iwadh/ penggantian.
Adapun secara etimologi, para ulama fiqh antara lain:
1. Menurut Sayyid Sabiq, al-ijarah adalahsuatu jenis akad atau transaksi untuk mengambil manfaat dengan jalan memberi penggantian.
2. Menurut ulama Syafi’iyah al-ijarah adalah suatu jenis akad atau transaksi terhadap suatu manfaat yang dituju, tertentu, bersifat mubah, dan boleh dimanfaatkan dengan cara memberi imbalan tertentu.
3. Menurut Amir Syarifuddin al-ijarah secara sederhana daoat diartiakn dengan akad atau transakasi manfaat atau jasa dengan imbalan tertentu.

Ijarah adalah perjanjian yang tetap untuk memanfaatkan sesuatu dalam waktu tertentu dengan harga yang telah disepakati.

• Dasar Hukum Ijarah
Hukum asalnya menurut Jumhur Ulama adalah mubah atau boleh bila dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh syara' berdasarkan al-qur’an dan hadis.
Allah SWT berfirman:

اَسْكِنُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ سَكَنْـتُمْ مِّنْ وُّجْدِكُمْ وَلَا تُضَآرُّوْهُنَّ لِتُضَيِّقُوْا عَلَيْهِنَّ    ؕ  وَاِنْ كُنَّ اُولَاتِ حَمْلٍ فَاَنْفِقُوا عَلَيْهِنَّ حَتّٰى يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ   ۚ  فَاِنْ اَرْضَعْنَ لَـكُمْ فَاٰ تُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ   ۚ  وَأْتَمِرُوْا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوْفٍ ۚ  وَاِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهٗۤ اُخْرٰى  
"Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai mereka melahirkan kandungannya, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu maka berikanlah imbalannya kepada mereka; dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan, maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya."
(QS. At-Talaq 65: Ayat 6)

Allah SWT berfirman:

قَالَتْ اِحْدٰٮہُمَا يٰۤاَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ  ۖ   اِنَّ خَيْرَ  مَنِ اسْتَـأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْاَمِيْنُ
"Dan salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata, Wahai ayahku! Jadikanlah dia sebagai pekerja (pada kita), sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja (pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya."
(QS. Al-Qasas 28: Ayat 26)

Sedangkan dalam hadis Rasulullah bersabda:
“Berikanlah upah atau jasa kepada orang yang kamu pekerjakan sebelum kering keringat mereka”.

• Rukun dan syarat Ijarah
Menurut Hanafiyah rukun al-ijarah hanya satu yaitu ijab dan qabul dari dua belah pihak yang bertransakasi. Adapun menurut Jumhur ulama rukun ijarah yaitu:
1. Dua orang yang berakad
2. Sighat (ijab dan kabul)
3. Sewa atau imbalan
4. Manfaat.
Adapun syarat-syarat ijarah yaitu:
1. Yang terkait dengan dua orang yang berakad yaitu baligh dan berakal.
2. Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya melakukan akad al-ijarah.
3. Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui, sehingga tidak muncul perselisihan dikemudian hari.
4. Ojek ijarah itu boleh diserahkan dan digunakan secara langsung dan tidak ada cacatnya.
5. Objek ijarah itu sesuatu yang dihalalkan syara'
6. Yang disewakan itu bukan suatu kewajian bagi penyewa.
7. Objek ijarah itu merupakan sesuatu yang biasa disewakan seperti rumah, kendaraan, dan alat-alat perkantoran.
8. Upah atau sewa dalam ijarah harus jelas, tertentu, dan sesuatu yang memiliki nilai ekonomi.

• Pembatalan dan Berakhirnya al-ijarah
Ulama Hanafiyah berpendirian bahwa akad al-ijarah itu bersifat mengikat, tetapi boleh dibatalkan secara seoihak aoabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang berakad seperti, salah satu pihak wafat, atau kehilangan kecakapan bertindak dalam hukum.
Akad al-ijarah berakhir bila ada hal-hal berikut:
a. Objek al-ijarah hilang atau musnah, seperti rumah yang disewakan terbakar atau kendaraan yang disewa hilang.
b. Tenggang waktu yang disepakati dalam akad al-ijarah telah berkahir.
c. Wafatnya salah seorang yang berakad
d. Apabila ada uzur dari salah satu pihak.

Sementara menurut Sayyid Sabiq, al-ijarah akan menjadi batal dan berakhir bila ada hal-hal sebagai berikut:
1. Terjadinya cacat pada barang sewaan ketika ditangan penyewa.
2. Rusaknya barang yang disewakan.
3. Rusaknga barang yang diupahkan.
4. Telah terpenuhinya manfaat yang diakadkan sesuai dengan masa yang telah ditentukam dan selesainya pekerjaan.
5. Tercurinya barang-barang dagangan, dan kehabisan modal.
III. ‘Ariyah
• Pengertian ‘Ariyah
Secara etimologi, ‘ariyah diambil dari kata ‘Aara yang berarti datang dan pergi. Menurut sebagian pendapat ‘ariyah berasal dari kata ‘At-Ta'aawuru yang sama artinya dengan At-Tanaawulu au At-Tanaasubu yang berarti saling menukar dan mengganti dalam konteks tradisi pinjam meminjam.
Secara terminologi syara’, ulama fiqh berbeda pendapat dalam mendefinisikan ‘ariyah, antara lain:
1. Ibnu Rif’ah berpendapat, bahwa yang dimaksud ‘ariyah adalah kebolehan mengambil manfaat suatu barang dengan halal serta tetap zatnya, supaya dapat dikembalikan kepada pemiliknya.
2. Menurut pendapat al-Malikiyah, ‘ariyah adalah kepemilikan atas manfaat suatu barang tanpa ada adanya imbalan. Sedangkan menurut Syafi’iyah dan Hambali ‘ariyah adalah pembolehan untuk mengambil manfaat suatu barang tanpa adanya imbalan.
3. Amir Syarifuddin berpendapat, ‘ariyah adalah transaksi atas manfaat suatu barang tanpa imbalan.
Sebagai salah satu bentuk akad atau transaksi ‘ariyah dapat berlaku pada seluruh jenis tingkatan masyarakat. Ia dapat berlaku pada masyarakat tradisional maupun masyarakat modern, dan oleh sebab itu dapat diperkirakan bahwa jenis akad atau transaksi ini sudah sangat tua yaitu sejak manusia yang satu berhubungan dengan yang lainnya.

• Dasar Hukum ‘Ariyah
Adapun dasar hukum dibolehkannya bahkan disunnahkannya ‘ariyah adalah:
Allah SWT berfirman:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُحِلُّوْا شَعَآئِرَ اللّٰهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَـرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَٓائِدَ وَلَاۤ آٰمِّيْنَ الْبَيْتَ الْحَـرَامَ يَبْـتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا    ؕ  وَاِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوْا   ؕ  وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ اَنْ صَدُّوْكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَـرَامِ اَنْ تَعْتَدُوْا  ۘ  وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰى ۖ  وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖ  وَاتَّقُوا اللّٰهَ   ؕ  اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban), dan Qalaid (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya."
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 2)

• Rukun dan syarat-syarat ‘Ariyah
Adapun rukun ‘ariyah menurut Jumhur ulama ada empar, yaitu:
1. Orang yang meminjamkan atau Mu'ir
2. Orang yang meminjam atau Musta'ir
3. Barang yang dipinjam atau Mu'ar
4. Lafal atau sight pinjaman atau sighat ‘ariyah.
Adapun syarat-syarat ‘ariyah sebagai berikut:
• Orang yang meminjam itu adalah orang yang telah berakal dan cakap bertindak hukum, karena orang yang tidak berakal tidak dapat dipercayai memegang amanah.
• Barang yang dipinjam bukan jenis barang yang apabila dimanfaatkan akan habis atau musnah seperti makanan.
• Barang yang dipinjamkan itu harus secara langsung dapat dikuasai oleh peminjam. Artinya, dalam akad atau transaksi ‘ariyah pihak peminjam haru menerima langsung barang itu dan dapat dimanfaatkan secara langsung pula.
• Manfaat barang yang dipinjam itu termasuk manfaat yang mubah atau dibolehkan syara’.

• Pembayaran Pinjaman dan Tanggung jawab Peminjam
Setiap orang yang meminjam sesuatu pada orang lain berarti peminjam memiliki utang kepada yang berpiutang. Setiap utang wajib dibayar sehingga berdosalah orang yang tidak mau membayar utang, bahkan melalaikan pembayaran utang juga termasuk perbuatan aniaya.
Rasulullah saw bersabda:
“Orang kaya yang memperlambat atau melalaikan kewajiban membayar utang adalah zalim atau berbuat aniaya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun melebihkan bayaran dari sejumlah pinjaman diperbolehkan, asal kelebihan itu merupakan kemauan dari yang berutang. Jika penambahan tersebut dikehendaki oleh orang yang memberi utang atau telah menjadi perjanjian dalam akad perutangan, maka tambahan tersebut tidak halal bagi yang berpiutang untik mengambilnya.
Menurut Hanafiyah akad ‘ariyah yang semula bersifay amanah dapat berubah menjadi akad yang dikanakan ganti rugi, dalam hal-hal sebagai berikut:
a. Apabila barang itu secara sengaja dimusnahkan atau dirusak.
b. Apabila barang itu tidak dipelihara sma sekali.
c. Apabila pemanfaatan barang pinjaman itu tidak sesuai dengan adat yang berlaku, atau tisak sesuai dengan syarat yang disepakati bersama ketika berlangsungnya akad.
d. Apabila pihak peminjam melakukan sesuatu yang berbeda dengan syarat yang ditentuakn sejak semula dalam akad.

• Tata krama Berutang
Ada beberapa hal yang menjadi penekanan dalam pinjam memunjam atau utang piutang tentang tata krama yang terkait didalamnya, diantaranya sebagai berikut:
1. Pinjaman hendaknya dilakukan atas dasar adanya kebutuhan yang mendesak disertai niat dalam hati akan membayarnya atau mengembalikannya.
2. Pihak yang berpiutang hendaknya berniat memberikan pertolongan kepada pihak yang berutang. Bila yang meminjam belum mampu mengembalikan, pihak yang memberikan utang memberikan waktu penundaan untuk membayarnya. Dan jika yang meminjam betul-betul tidak mampu mengembalikan maka yang memnijamkan hendaknya membebaskannya.
3. Demi terjaganya hubungan baik hendaknya utang piutang diperkuat dengan tulosan dari kedua belah pihak dengan disaksikan dua orang saksi laki-laki atau dengan seorang saksi laki-laki dan dua orang saksi wanita.
4. Ketika mengembalikan utang atau pinjaman hendaknya peminjam mengembalikan sesuai dengan kualitas dan kuantitas barang yang dipinjam dan bila mungkin sebagai rasa terimakasih peminjam mengembalikan pinjaman dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik.
5. Pihak yang berutang bila telah mampu membayar utangnya hendaklah mempercepat membayar utangnya sebab sebagaimana dalam hadis, melalaikan dalam membayar pinjaman atau utang, berarti ia telah berbuat zalim kepada pemberi pinjaman atau utang padahal ia telah menolongnya.

• Syarat Piutang Menjadi Amal Sholih
1. Harta yang diutangkan adalah harta yang jelas dan murni kehalalannya, bukan harta yang haram atau tercampur dengan sesuatu yang haram.
2. Pemberi piutang / pinjaman tidak mengungkit-ungkit atau menyakiti penerima pinjaman baik dengan kata-kata maupun perbuatan.
3. Pemberi piutang/pinjaman berniat mendekatkan diri kepada Allah dengan ikhlas, hanya mengharap pahala dan ridho dari-Nya semata. Tidak ada maksud riya’ (pamer) atau sum’ah (ingin didengar kebaikannya oleh orang lain).
4. Pinjaman tersebut tidak mendatangkan tambahan manfaat atau keuntungan sedikitpun bagi pemberi pinjaman.



KESIMPULAN
Syirkah yaitu bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih dalam sebuah usaha dan konsekuensi keuntungan dan kerugiannya ditanggung secara bersama.
Hak masing-masing sekutu dalam Syirkah:
Masing-masing sekutu dalam syirkah punya hak mencabut kembali akad persyerikatannya kapan saja dia kehendaki. Karena syirkah itu akad permufakatan. Maka untuk bubar pun boleh, seperti halnya mewakilkan. Dan sebagaimana masing-masing punya hak untuk mengundurkan diri sepertu itu, maka diapun punya hak untuk memecat kawannya. Jika terjadi kematian pada salah seorang sekutu, maka syirkah pun dengan sendirinya bubar. Dan demikian ouka kalau salah seorang kemudian gila atau hilang akal, maka dihukumi sama dengan yang mati. Karena sama-sama tidak layak lagi menggunakan wewenangnya.

Ijarah adalah perjanjian yang tetap untuk memanfaatkan sesuatu dalam waktu tertentu dengan harga yang telah disepakati.
Ariyah adalah kepemilikan atas manfaat suatu barang tanpa ada adanya imbalan. Sedangkan menurut Syafi’iyah dan Hambali ‘ariyah adalah pembolehan untuk mengambil manfaat suatu barang tanpa adanya imbalan.

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 Tulisanku.